Kumpul Receh Sisa Belanja Dengan Dalih Donasi, Retail Alfamidi Ternyata Tidak Kantongi Izin

Palu, MediaSulteng.com – Kehadiran Gerai Alfamidi di Sulawesi Tengah bak jamur dimusim hujan, puluhan Gerai retail yang dikelola oleh PT Midi Utama Indonesia (MIDI) menyebar disejumlah Kota dan Kabupaten sejak tahun 2018.

Gerai Alfamidi yang dikemas dengan konsep Swalayan Modern dilengkapi berbagai bahan kebutuhan pokok membuat pelanggan dibuat betah berbelanja , belum lagi Discount harga jualan yang terkesan lebih murah dari kios kios klontong disekitarnya.

Sebelum memberikan kembalian, kasir minimarket Alfamidi selalu menanyakan apakah konsumen ingin mendonasikan uang receh atau tidak. Uang yang didonasikan ini biasanya akan dimasukkan ke dalam struk belanja sebagai bentuk bukti uang tersebut telah disumbangkan.

Penawaran Donasi dari sisa uang belanja , dengan nominal yang kecil dengan Kisaran Rp.25 -400 terkadang kita terpaksa mengikhlaskan untuk “Donasi” tersebut.


Terkadang Kasir Alfamidi melakukan pemotongan sisa uang belanja Konsumen tanpa konfirmasi kepada konsumen , hal ini biasa terjadi jika Konsumen tidak terlalu awas dalam melakukan pembayaran. Ternyata, Pemotongan sisa uang belanja Konsumen tanpa konfirmasi lebih dahulu dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang mengatur Hak Konsumen.

Hal ini ditegaskan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulawesi Tengah, Salman Hadiyanto bahwa jika tanpa adanya informasi Alfamidi terlebih dahulu kepada konsumen untuk memotong uang belanja bahkan langsung melakukan pemotongan, maka tindakan itu merupakan pelanggaran yang dapat dikenakan pada UU Nomor 8 Tahun 1999.

“Tapi yang penting itu adakah informasinya dulu kalau tidak ada informasi langsung main potong misalnya 500 perak tanpa informasi lebih dulu, itu pelanggaran,” tegas Salman saat ditemui sejumlah wartawan di kantornya, Senin (11/10/2021).

“Ini bukan persoalan besar kecilnya, ini persoalan informasi diberikan di awal atau tidak, kalau ada informasinya dan konsumen setuju tidak keberatan, itu tidak masalah,” lanjut Salman.

Salman menyebut, adanya komplen dari pelanggan atau konsumen atas pemotongan uang untuk donasi tanpa adanya informasi lebih awal, maka Alfamidi  dapat diancam dengan hukuman pidana sebagaimana UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Hak dan Kewajiban Konsumen.

“Kalau pake UU Nomor 8 Tahun 1999 jelas diatur di dalamnya tentang hak dan kewajiban konsumen. Jadi ada hak kewajiban konsumen dan ada hak kewajiban pelaku usaha. Salah satu hak konsumen itu berhak atas informasi. Hak itu dijamin UU tersebut,” ujarnya.

Menurut dia, jika hak konsumen dilanggar oleh pelaku usaha, tentunya pelaku usaha tersebut mendapatkan sanksi dari UU Nomor 8 Tahun 1999 tersebut. Baginya yang terpenting juga adalah pemberitahuan atau informasi kepada konsumen terkait pemotongan uang dari konsumen. Maka, pemotongan yang masukan dalam donasi di Alfamidi harus ada persetujuan dari konsumen.

“Sederhananya kalau hak itu dilanggar oleh pelaku usaha ada sanksi di dalam UU itu. Pertanyaannya apakah pemotongan sejumlah uang itu peruntukannya bukan urusan kita mau Alfamidi gunakan ke apa saja itu urusan lain. Tapi ini persoalan informasi dulu, apakah pada saat pemotongan itu dia konfirmasi dulu. Kalau konsumennya setuju silahkan dan peruntukannya untuk apa itu nanti kan masuk dalam pembuktiannya nanti,” terangnya.

“Bayangkan konsumen berhak atas informsasi. Setelah ada informasi belum tentu juga konsumennya setuju, kalau tidak setuju yah jangan, biarpun 500 rupiah. Yang dilakukan Alfamidi kan tidak. Sudah tidak kasih informasi tidak minta persetujuan langsung potong kan salah,” tandasnya.

Bahkan, Salman mengatakan, dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 bahwa hukum pidana yang dikenakan kepada pelaku usaha jika melanggar, maka akan dipidanakan 5 tahun penjara, selanjutnya dikenakan denda senilai Rp 2 milyar dan dilakukan pencabutan izin usaha.

“UU Nomot 8 Tahun 1999 itu tegas kalau hak konsumen tidak diberikan, pelaku usaha dipidana penjara maksimal 5 tahun, denda Rp 2 milyar maksimal, dicabut izin usahanya, ini sanksi tambahan permintaan maaf selama 3 bulan berturut-turut di media masa. Ada di UU itu,” jelasnya.

“Kalau Alfamidi itu tidak minta izin tidak beri informasi lebih awal ke konsumen sanksinya itu tadi. Cabut izin, ditutup usaha, permohonan maaf,” sambung Salman.

Tak hanya Alfamidi, Salman juga memperingatkan seluruh swalayan yang melakukan transaksi tidak betindak sepihak tanpa ada persetujuan dari konsumen.

“Sebaiknya bukan hanya Alfamidi seluruh swalayan, mini market maupaun seluruh pelaku usaha yang melakukan transaksi itu jangan coba-coba melakukan upaya sepihak kalau belum ada informasi,” tutup Salman.

Ditempat terpisah, Tokoh masyarakat Sulteng yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Prof .Zainal Abidin memberikan tanggapan secara pandangan Islam terkait dengan Donasi yang dipungut dari sisa uang belanja Konsumen.

Menurut Ketua MUI Kota Palu ini bahwa Alfamidi harus bisa bersikap transparan dan menjelaskan kepada Masyarakat terkait Donasi yang di pungut tersebut sebagai bentuk tanggung jawab.

“Ya, harus transparan dalam artian pertanggungjawaban, artinya konsumen juga harus diberi informasi kepada siapa sumbangan itu sudah diberikan atau belum. Artinya harus ada transparansi dalam penyelenggaraan soal donasi,” kata Prof Zainal Abidin saat dihubungi melalui via telepon, Senin (11/10/2021) siang.

Menurut Mantan Rektor IAIN (UIN) Datokarama tersebut bahwa dalam berdonasi atau menyumbang wajid dilandasi keikhlasan agar apa yang didonasi mendapat pahala bagi si pemberi Donasi.

“Donasi atau sumbangan dalam ajaran agama islam itu harus disertai dengan keikhlasan, dia menjadi sumbangan atau mendapatkan pahala apabila orang yang menyumbang itu dilandasi dengan keikhlasan sekecil apapun bantuan itu yang penting iya ikhlas,” ucapnya.

“Kalau ia (penyumbang) tidak ikhlas itu tidak boleh dilakukan pemotongan, jadi sarat donasi itu harus dilakukan dengan ikhlas bukan karena keterpaksaan,” sambungnya.

Lebih lanjut, Prof. Zainal menyebut, Alfamidi sebagai penerima sumbangan perlu memberikan kejelasan peruntukan donasi tersebut dikemanakan. Bahkan, apabila donasi itu disalurkan ke panti asuhan, maka harus jelas pantai asuhannya.

“Kemudian sih penyumbang harus tahu untuk apa sumbangan itu, kalau dia menyumbang di Alfamidi dia harus tahu untuk apa dipotong 100 rupiah itu atau disumbangkan kepada siapa itu, kan juga harus jelas jadi itu persyaratan. Kedua tadi untuk apa dan kepada siapa itu juga harus dijelaskan oleh pihak penerima sumbangan kalau yang mengatakan kepada pantai asuhan yang harus kita tanyakan ke panti asuhan di mana,” terangnya.

Prof. Zainal Abidin juga mengingatkan bahwa dalam memungut Donasi dari masyarakat diperlukan Izin dari pemerintah khususnya Dinas Sosial baik itu ditingkat Propinsi ataupun ditingkat Kabupaten /Kota.

“Setahu saya orang yang memungut dana dari masyarakat harus seizin Kementerian Sosial atau Dinas Sosial terkait mengambil sesuatu dari masyarakat itu harus ada aturannya beda dengan orang yang di pinggir jalan itu pengemis tapi ini kan bukan pengemis,” tuturnya.

Olehnya itu, apabila Alfamidi memiliki izin untuk mengambil donasi dari pelanggan, menurutnya, itu diperbolehkan dan bisa dilakukan oleh semua pihak, begitu pun dalam ajaran Islam.

Akan tetapi, bagi Prof. Zainal Abidin, Alfamidi harus punya izin dari Kementrian Sosial atau Dinas Sosial setempat, sebab Alfamidi mengambil uang dari masyarakat.

“Kalau di pemerintahan itu harus mendapat izin dari DPR karena itu hak rakyat apalagi dia sebuah perusahaan besar bukan orang perorang jadi Alfamidi boleh menyelenggarakan donasi selama kita mendapatkan informasi terkait dengan saya jelaskan tadi itu,” pungkasnya.

Kementrian Sosial melalui Dinas Sosial Propinsi Sulawesi Tengah mengakui bahwa pihaknya belum mendapatkan informasi terkait legalitas pemungutan Donasi oleh pihak Alfamidi .

Kepala Dinas Sosial melalui Kepala Bidang Kepahlawanan,Kesetiakawanan Sosial dan Pendaya gunaan Sumber Dana Sosial ( KKSPSDS) ,Lucky Gosal mengatakan bahwa Pihak Alfamidi di Sulawesi Tengah belum memiliki izin terkait pengumpulan Donasi dari Kementrian Sosial Republik Indonesia.

Ditemui dikantornya, Lucky Gosal menjelaskan bahwa pengumpulan donasi tanpa izin jelas melanggar Undang-Undang No 9 Tahun 1961 tentang pengumpulan Uang Atau Barang , yang diartikan dengan pengumpulan Uang dalam undang undang ini ialah setiap usaha yang mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang Kesejateraan Sosial, mental/Agama/Kerohanian, Kejasmanian dan Bidang Kebudayaan.

“ Berkaitan dengan pengumpulan uang tambah barang oleh siapapun organisasi.kepanitian, lembaga. Individu tidak bisa tanpa memiliki izin, karena harus merujuk kepada UU  No.9 Tahun 1961 yang mengatur hal tersebut “ Jelas Lucky Gosal,saat ditemui dikantornya ,Senin (11/10/2021).

Lebih lanjut, Pihak Dinas Sosial Propinsi Sulawesi Tengah pernah melakukan konfirmasi kepada Pihak pengelola Retail Alfamidi di Sulawesi tengah terkait hal tersebut , tetapi hingga saat ini belum ada kejelasan terkait legalitas pengumpulan Donasi tersebut. Dalam pengumpulan dan penyaluran Donasi harusnya pihak Alfamidi harus menjelaskan kemana penyaluran hasil Donasi tersebut dan lembaga mana yang mengelola.

“ Itupun yang melaksanakan itu harus memenuhi syarat syarat yang di atur, saya bilang harus organisasi, lembaga yang punya legalitas secara organisasi seperti itu yang bisa mengumpulkan “ Jelasnya.

Bahkan ,pihaknya telah mengundang pihak Alfamidi untuk mengjelaskan hal tersebut. “Alfamidi ini saya pernah undang kesini mempertanyakan itu. Tapi kayaknya itu belum tuntas belum Clear,bahkan saya sudah mempertanyakan hal ini kepada Kementrian Sosial Pusat apakah pihak Alfamidi punya izin atau tidak, tetapi belum ada  informasi lebih lanjut “ katanya.

Khususnya di Sulawesi Tengah, Pihak Alfamidi belum bisa melaporkan izin pemungutan sisa belanja Konsumen yang diklaim sebagai Donasi .

“Menurut info mereka di kerjasamakan di pusat, Saya tdk tau persis yayasan apa di sana, kita di Palu ini berkewajiban meminta kalau ada izin secara Nasional tolong di tunjukan ke kita” Tutupnya.****

 

Editor    : Heru / Portal Sulawesi





Exit mobile version